Terapung

 


Pagi itu saya bersiap menuju Sorong. Langit tampak gelap di kejauhan.

Sehari sebelumnya aku telah berpesan pada teman guru untuk dicarikan hubungan. Nah, kebetulan ada hubungan dan beliau sudah menyampaikan bahwa aku akan ikut.

Sejak pagi aku standby di dekat pantai menunggu perahu berangkat. Ternyata.. perahu masih lama datang, karena motoris ambil kelapa dulu di kebun sebelah.

Sementara itu, werr.. werr.. beberapa perahu lain sudah berangkat menuju Sorong. Termasuk pak Buton, pedagang yang biasa menumpangiku. Aku tak tahu kalau beliau juga mau ke Sorong. Mereka berangkat dari pantai di ujung kampung. Apa daya, mereka sudah menjauh ke laut.

Motoris yang akan kutumpangi perahunya belum juga datang. Padahal matahari semakin naik. Awan di arah Sorong sudah semakin tebal dan hitam. Seorang mama yang tinggal di pantai bilang, "coba berangkat tempo kah, itu awan jahat di sana e..." 

Nyaliku ciut mendengarnya. Aku penasaran dan menanyakan maksudnya. Mace bilang itu awan yang membawa angin dan hujan. Bahaya kalau ketemu awan seperti itu di laut.

Haduh.. tapi tidak apalah, aku tetap yakin mau pergi ke Sorong. Bismillah aja.

Waktu menunjukkan pukul 8 lebih. Motoris sudah datang menuju pantai tempatku menunggu. Kami mulai bersiap-siap. Berulang kali mace bilang motoris harus cepat karena awan hitam yang tampak di kejauhan. Pun pace dan beberapa orang di tepi pantai mengatakan hal yang sama.

Kebetulan ada-ada saja yang membuat peraiapan kami semakin lama. Mulai dari kunci mesin yang ketinggalan, air minum ketinggalan, pokoknya motoris bolak balik karena satu dan lain hal yang membuat keberangkatan makin mundur.

Akhirnya setelah menunggu ini itu, kami pun siap berangkat. Saat itu sekitar pukul 08.30.

Perahu melaju menuju Sorong dengan lancar. Muatan kelapa, 1motoris,1 ibu dan 2 anaknya, ditambah aku sendiri.

Perjalanan di awal tampaknya lancar tanpa halangan. Laut cukup bersahabat dan tidak berombak. Makin ke tengah kami makin mendekati awan hitam yang makin pekat.  Cuaca nampak mulai berubah, mendung semakin gelap.

Hujanpun turun. Makin lama makin deras. Aku mengamankan tas dengan kresek. Sementara ibu dan 2 anaknya memakai jas hujan sederhana. Aku? Jangan tanya, tidak ada persiapan hujan. Hanya memakai jaket dan topi seperti biasa. Sayangnya hujan turun sangat deras dan lama. Ditambah petir lagi. Tampak kilatan petir menyambar- nyambar di laut. Hp segera kunonaktifkan, berdoa semoga perjalanan aman. Laju perahu agak melambat karena laut juga mulai berombak. Kabut juga mulai turun.

Bajuku basah kuyup. Dingin sekali. Setelah sekitar 1 jam, hujan mulai reda. Namun, kabut belum hilang,malah makin pekat. Arah Sorong mulai kabur. Awalnya sudah nampak bukit2 kota Sorong dari kejauhan, tetapi sejak ada kabut semua kabur. Hanya putih saja sejauh mata memandang. Perahu kami tetap melaju dengan kecepatan lambat.
Sampai akhirnya kabut beranjak naik dan sinar matahari mengintip di balik awan. Saat itulah motoris sadar, arah perahu kami salah. Motoris segera mengubah haluan menuju jalur yang benar ke kota Sorong.

Meski hujan telah reda, aku merasa sangat kedinginan. Badanku menggigil.Telapak tanganku sampai putih dan mati rasa. Aku mencoba berbagai cara menghangatkan tangan, mulai dari menempelkan ke pipi, mencelupkan tangan ke air laut yang lumayan hangat, hingga menggosok kedua telapak tangan. Kok ya nggak mempan semuanya. Aku tak menyerah, tetap kugosok2 kedua telapak tanganku untuk mengurangi rasa dingin hingga mulai kembali indra perasa di telapak tanganku.

Kini kota Sorong tampak semakin dekat.
Namun, tiba-tiba...

Mesin perahu mati. Motoris mengecek bahan bakar. Oh betul, bensin habis. Kebetulan motoris tidak membawa cadangan bensin yang cukup. Kebetulan pula ada acara "salah arah" yang banyak menyita sediaan bensin yang semestinya cukup. Padahal tinggal sekejap saja kami sampai. Pulau sudah tampak dekat, tetapi apa daya mesin mati. Kami terombang ambing di lautan yang agak berombak.



Syukurnya posisi kami saat itu sudah dekat Sorong. Kami sudah mendapatkan signal. Kami mulai mencari bantuan. Motoris menelpon familinya di Sorong, berharap bisa membantu. Namun, sepertinya yang ditelepon pas posisi jauh dari pantai/pelabuhan. Kami menunggu sambil mencari bantuan lain. Aku turut membantu. Mengambil sebuah papan perahu, lalu mengangkat tinggi2. Berharap perahu yang lewat di dekat kami melihat dan membantu. Motorispun sama, mengangkat gen kosong berwarna kuning untuk menarik perhatian. Tetapi semuanya nihil. Tidak berhasil. Aku menyerah. Duduk di perahu sambil memegangi perut yang mulai bergejolak karena terombang ambing. Ditambah badan yang masih menggigil kedinginan. Aku mencoba menghubungi suamiku.

Alhasil, suamiku menelpon teman di Sorong dan menyarankan menelpon basarnas. Ketika suamiku mengabariku lagi, motoris bilang familinya sudah bersiap akan menjemput. Kamipun menunggu bantuan tersebut.

Cukup lama kami terombang ambing di laut. Mungkin ada sekitar 1 jam. Sampai akhirnya bantuan datang. Syukurlah, perahu bantuan datang dengan membawa bensin. Segera setelah menuang bensin, perahu kami kembali melaju menuju pelabuhan. Lega sekali rasanya. Akhirnya bisa sampai di tujuan dengan selamat.
Alhamdulillah...



Perjalanan yang semestinya 2 jam, menjadi sekitar 4 jam dan WOW sekali. Cukup jadi pengalaman yang berkesan di hati. Menjadi pengingat bahwasanya kuasa Allah sangatlah besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.